TUBERKULOSIS (TB)
OLEH: I PUTU GEDE WIDHIADNYANA
1. Pengertian
Penyakit TBC adalah penyakit menahun dan disebabkan oleh kuman TBC terdapat di semua lapisan penduduk dengan tidak memandang kedudukan dan umur (PPTI,t.t). Menurut Murwani, Arita (2011), tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru, yang disebabkan oleh basil Mycobacteriumtuberculose. Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer,Arief (ed.) dkk.2000). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare.2001). Sedangkan menurut Depkes RI (2006), tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksius yang disebabkan olehMycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
2. Etiologi
Basil Mycobacterium tuberculosis (basil tahan asam (BTA) dan berbentuk batang) (Murwani, Arita,2011).
3. Klasifikasi
Menurut Depkes RI dalam Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2006, klasifikasi tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu:
a. Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
4. Tanda dan gejala
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada dan batuk darah (Mansjoer,Arief (ed.) dkk.2000).
Menurut Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, sebagian besar pasien TB menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukupurulen dengan hemoptisis.
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare.2001).
Menurut Arief Mansjoer, pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu:
a. Tahap asimptomatis
b. Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum
c. Sekret di saluran nafas dan ronki
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
5. Penularan dan faktor-faktor risiko
Menurut Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih dari 100µ) dan kecil (1 sampai 5 µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang berisiko tinggi tertular tuberculosis adalah:
- Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
- Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi HIV)
- Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik
- Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat, (tunawisma; tahanan; etnik dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun)
- Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misal: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal)
- Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia)
- Setiap individu yang tinggal di institusi (misal: fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara)
- Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh
- Petugas kesehatan
Risiko untuk tertular tuberculosis juga tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare.2001).
6. Diagnosis
Menurut Arief Mansjoer penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui beberapa tes, antara lain:
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
c. Foto thoraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
2) Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
3) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
5) Adanya kalsifikasi
6) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) Bayangan milier.
d. Pemeriksaan sputum BTA.
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidasestaining untuk menuntukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
f. Tes Mantoux/Tuberkulin
g. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
h. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.
i. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah.
j. MYCODOT
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
Klasifikasi diagnostik TB adalah:
a. TB paru
1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto thoraks menyokong TB, dan gejala klinis sesuai TB.
2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.
b. TB paru tersangka diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.
c. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
7. Pengobatan TB
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI,2006).
Jenis, sifat dan dosis OAT dapat dirangkum menjadi tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1
Jenis, Sifat, dan Dosis OAT
Jenis Obat
|
Sifat
|
Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
| |
Harian
|
3x seminggu
| ||
1
|
2
|
3
|
4
|
Isoniazid (H)
|
Bakterisid
|
5
(4-6)
|
10
(8-12)
|
1
|
2
|
3
|
4
|
Rifampicin (R)
|
Bakterisid
|
10
(8-12)
|
10
(8-12)
|
Pyrazinamide (Z)
|
Bakterisid
|
25
(20-30)
|
35
(30-40)
|
Streptomycin (S)
|
Bakterisid
|
15
(12-18)
|
15
(12-18)
|
Ethambutol (E)
|
Bakteriostatik
|
15
(15-20)
|
30
(20-35)
|
Sumber: Depkes RI.2006.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Jakarta:Depkes RI
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1). Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2). Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
c. Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
8. Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah nama untuk suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB (Mansjoer,Arief (ed.) dkk.2000). Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu:
a. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.
b. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
c. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum obatnya dan diharapkan sembuh pada akhir masa pengobatannya.
d. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem survailans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
e. Paduan obat TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang tepat, sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Termasuk terjaminnya kelangsungan persedian paduan obat ini.
9. Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Depkes RI,2006).
a. Persyaratan PMO
1). Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2). Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3). Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4). Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
b. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
1). Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2). Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3). Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
4). Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
5). Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya:
1). TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
2). TB bukan penyakit keturunan atau kutukan
3). Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
4). Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
5). Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
6). Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer (ed.), dkk.2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.Jakarta:Media Aesculapius
Depkes RI.2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.Jakarta:Depkes RI
Murwani, Arita.2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta:Gosyen Publishing
PPTI.2011. Buku Saku TBC Bagi Masyarakat.Denpasar:PPTI
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Volume 1.Jakarta:EGC
sumber : http://adnyanawidhi.blogspot.com/2012/04/tuberkulosis.html